Kamu sedang membaca ubud pagi ini

ubud pagi ini

  • Senin, 11 Oktober 2010
  • Suara Muda Ubud
  • Tentu, kau tak kan menemukan satupun outlet waralaba disini,
    seperti lagu lama para turis yang pernah diajarkan teman buleku:
    ”Mc.. D,.. KFC..., Pizza Hut,....”

    Kau hanya akan menemukan Cinta Grill, Tut Mak Espresso, Kafe, Casa Luna, Batan Waru, Pundi-Pundi, Bu Oka, Warung Dewa, Bali Buddha dan Bebek Bengil tentunya.
    Tentu menu-menu aneh pula, bebek betutu, ayam sambal mentah, atau bahkan dengan nama yang lebih aneh lagi.

    Tak juga ada 21,
    atau Mall,
    atau gedung bioskop!
    hanya pentas tari setiap malam:
    kecak, legong, barong, ramayana,.. di panggung-panggung tari, balai banjar , atau wantilan Puri. Puluhan bule tak henti2 bertepuk tangan riuh setiap kali satu tarian selesai dipentaskan dan aku adalah orang lokal satu-satunya yang ikut di keramaian ini (yang turis gw apa mereka..???)….

    Menunggu di parkiran, berharap salah satu dari penari2 wanita yang sedang mau pulang dengan sepeda motornya, sejenak diam membiarkan mataku memandangi wajah2 mistisnya yang manis, menerka bahan bakar apa kiranya yang mereka gunakan, yang telah menunjukkan energi peciptaan Tuhan, dalam setiap gerakan-gerakan mereka. Apakah ia: Cinta..????

    Sementara beberapa anak-anak dan ibu-ibu penjual tiket dengan
    pakaian adat Bali berlalu lalang mencari tambahan rejeki. Menyapa setiap bule yang lewat, dengan bahasa Ingris terbata-bata yang digabung dengan bahasa tubuh selebihnya.

    Sejenak aku terdiam di trotoar, sembari menyimak life music unplug yang menyanyikan lagu-lagu lawas, di restoran Kajane villa di seberang jalan, menghabiskan super green food juice yang aku baru beli di Bali Buddha - kafe yang selalu dijejali bule dan wisatawan lokal pecinta makanan sehat tentu pecinta kedamaian - , sepertiku.

    Di trotoar Jl. Monkey Forest itu, puluhan bule lain berlalu-lalang nyaman.
    Aroma lulur spa, bercampur aroma kopi dari kafe-kafe yang banyak tersebar disana dengan harum wangi dupa dari setiap tugu menyebar memenuhi jalan. Mengalahkan bau badan bule yang rada aneh, ikut meramu hawa malam.

    *
    Lelah dari rutinitas harian,
    Rehat sejenak reflexi kaki di Kenko,
    Sambil mendengarkan musik instrumental nuansa alam,
    sejenak menerbangkan hayal…

    Terbayang,
    ketika sore menjelang, menunggu bayang-bayang sunset melewati bukit Campuhan, menikmati alunan nyanyi sungai membentur batu,
    lagu ilalang yang dipetik angin,
    ditemani kupu-kupu liar yang terbang rendah.

    Ketika bayang-bayang matahari memantul di sela-sela padi dan memberi kita pagi!
    Membuka jendela timur kamar penginapan, tergelar kolam renang biru dengan air bening di hadapanku. Terhidang teh hangat dan roti panggang di teras yang memandang tebing sungai dan padi menguning dikejauhan, dihibur oleh ketukan tak teratur gemeric air yang jatuh dari pancuran patung batu.

    Ketika kau datang sekonyong-konyong dan memelukku erat tanpa kata.
    Masih juga tak kau lepas,… walau telah basah kuyup bajuku menghapus air mata yang tak henti mengalir dari kedua mata indahmu itu.

    Lama aku berpikir, setelah jauh aku menjelajah,

    Apa yang aku cari?
    Gedung bertingkat 28?
    Sky Tower?
    Kehidupan malam?
    Klub dengan musik hingar?
    Taman kota penuh hiburan?
    Pertunjukan teater di hall megah?

    Bukan,… bukan.... (pikirku)
    Bukan..........

    Saat-saat kamu menenteng belanjaan souvenirku di pasar Ubud!
    Saat kita makan sate ayam dan seketika hujan turun,...
    Saat kau duduk di tepi kolam renang, membawakan segelas jus jeruk buatku,..
    Saat kau merapikan segala isi tas ranselku yang tak pernah rapi,
    Saat kau terlelap lelah menemaniku dan beribu wajah malaikat terpancar dari wajah unikmu....
    Saat kau menatap mataku tanpa kata, hanya seutas senyum.
    Saat aku belikan kau hadiah baju kaos merah muda bergambar bunga lotus putih,
    dan tas karung rajut bertulis “Lets think about earth” yang dibuat oleh seorang perempuan kecil yang baru pulang sekolah saat ia menjaga tokonya.

    Huuuuh.........

    Ketika hari ini,…
    Kita melewati hari seperti biasa,
    Melawan waktu dengan kerja,
    Membiarkanmu pergi atas nama cinta,
    Menulisi kembali buku kehidupan dengan pena mimpi kita,

    Aku memilih bersahaja,
    Hidup sederhana dan lurus saja,
    Seperti seruling bambu,
    Tempat menyatukan nada-nada indah gamelan,
    gemericik air sungai campuhan,
    suara angin yang memetik ilalang,
    dan detak suara hatiku, menjadi nada-nadanya yang baru!

    Tentu ku biarkan Sang Pencipta memainkannya!

    Sekali kau mengenali wajah-Nya dalam lukisan alam dan kehidupan,
    maka kau akan mengenal arti kata cinta yang sebenarnya.




    copyrighted ©
    pande putu setiawan
    campuhan, 10 Mei 2009

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright 2010 Suara Muda Ubud