hari ini...
sengaja bangun pagi
melihat ubud lebih awal
sepi...
murni...
pagi menebar'aroma basah
sisa hujan semalam
jalanan masih lengang
namun kehidupan telah dimulai...
petugas kebersihan,para pedagang,para buruh
telah menoreh ceritanya sejak tadi
melihat ubud seperti ini
serasa ia cuma milikku saja
hanya sesaat...
karena siang akan merebutnya dariku,
ia jadi milik semua orang...
Terik...
Riuh...
Sesak...
aku suka menikmati pagi sambil
jalan kaki
semua art shop masih tidur
mimpi...
cuma beberapa toko 24 jam yang masih terlihat berpenghuni
dingin...
canang haturan kemarin masih terlihat segar di depan museum NEKA
aku berlari sambil menghangatkan badan
menyusuri jalan Hanoman
bermanuver ke dewi sita
jam digital besar di BALITAZA tak bisa diajak kompromi
seakan ia mau pagi ini cepat lewat
menggantinya dengan siang yang lebih berpeluang
lapangan ubud masih sepi
terlihat beberapa ekor anjing tua
yang masih enggan menggugat
mereka diam saja saat aku lewat...
Menuju Jalan monkey forest
terlihat bangunan besar berdiri kukuh
SD 1 UBUD
sekolahku
dulu...
Tempat kami :
belajar
bermain
bersahabat
meninggalkan sekolah,aku berjalan ke utara
menuju pasar
dan larut dalam harga
di pasar menjual segala macam rupa
tapi tak ada yang menjual kemurnian ubud di pagi hari
jika kau mau melihat
atau barangkali memilikinya sesaat (hanya sesaat)...
bangunlah lebih awal!
ni wayan juniari
Mengenang Musim Padi di Ubud: BALI NOT FOR SALE
latar: instalasi tulisan bambu 'NOT FOR SALE"
gde suandana sayur, i wayan sudarna putra, pande putu setiawan
Musim panen padi adalah saat- saat terindah bagi sebagian masyarakat Ubud yang masih berprofesi menjadi petani, tak meninggalkan warisan tradisi walau terkadang hidup malah meninggalkan mereka.
Saat ini semakin sulit menemukan sawah luas menghampar di tengah perkembangan pariwisata yang begitu pesat di manapun tanpa terkecuali merenggut Ubud. Sebagian lahan persawahan telah dijual untuk keperluan pariwisata tersebut oleh pemilik-pemilik sawah yang sudah turun temurun mewarisinya dari leluhur mereka.
Dan ketika dua orang seniman Ubud, Sayur & Nano lalu menumpahkan rindu mereka lewat sebuah karya instalasi di tengah sawah berupa sebuah tulisan 'NOT FOR SALE' dari bambu bercat putih yang menancap dan menghiasi pesawahan Junjungan yang dikepung villa-villa maka itu seperti sebuah gelagat merindu. (Aku jadi teringat dengan deretan huruf HOLLYWOOD di bebukitan Amerika sana.) Merindu tempat mengejar capung yang dulu, merindu masa lalu, merindu ibu, merindu Dewi Sri, ia yang saban waktu tersenyum kepada orang-orang Ubud melalui putik-putik padi di pagi hari. Dan betul, katanya orang yang merindu, ia sedang mengalami pencerahan paling berharga dalam hidupnya! Mereka barangkali sedang merasakan sensasi itu. tercerahkan!
Maka perlu sama-sama kita simak kembali, pariwisata Bali tanpa sawah seperti sebuah lukisan tanpa jiwa! maka jika kita ingin mengenang kem-Bali, maka duduklah sejenak di gubuk-gubuk kecil di tengah sawah, dimana para petani -ditemani pipit bersuka cita memanen hasil keringat mereka. Adakah kita merindu?
Pande
april14/2011
Sebuah Puisi Wayan Juniari
'Perdebatan Pesta Musim Padi'
ini musim buah padi lagi ada
seperti juga burung pipit
akupun turut merasa
pematang jadi ramai
oleh orang-orangan sawah,
juga oleh berjuntai-juntai tali
yang digantungkan berderet kaleng berisi kerikil
dan dipautkan pada seutas tali
yang jika ditarik sekali saja akan menggoncangkan semua kaleng-kaleng itu...
entah kenapa aku suka suara kaleng-kaleng itu....
sensasi saat kaleng-kaleng itu ditarik beberapa kali
kawanan burung pipit yang sibuk meraih peruntungannya pada biji padi
menghambur bersamaan seiring teror suara kaleng-kaleng itu
juga teriakan para petani sambil menepuk'kan tangannya
aku merindukan sensasi itu...
sebuah perdebatan pesta musim padi yang indah
untukku yang selalu kesepian
saat tak ada ayah dirumah
suara-suara itu
riuh tepuk tangan itu
juga burung-burung pipit itu....
aku merindukannya
jika aku merindu
diam-diam aku suka datang
melihat rumah
melihat sawah
melihat kenangan
suatu ketika
saat aku duduk di sebuah pematang
seseorang menghampiriku
aku tahu siapa perempuan ini
tak'kan pernah kulupakan guratan senyumnya
dialah penggarap sawah kami
dari dulu sekali ia dan suaminya selalu setia menggarap sawah kami
sejak sudah lama aku meninggalkan kotaku ini
dan tak ada ayah lagi
aku pikir mereka juga hengkang
ternyata tidak
mereka masih setia
setia dengan sawah kami
setia dengan ayah....
ia duduk disampingku
katanya :
"aku masih disini,hingga kini,
kau sudah besar sekarang,sejak kau tinggalkan jalan ini,aku dan suamiku masih tetap menggarap sawah ini. Aku selalu terkenang akan kebaikan-kebaikan ayahmu,mungkin kau tak tahu.... dulu baju-baju yang tak pernah kau pakai selalu diam-diam diambil ayahmu untuk diberikannya pada anak ibu yang seumuran denganmu!
saat kau masih merahpun aku sudah ada disini
jadi aku tahu kisahmu
dan bagaimana kau tumbuh di jalan ini
berlari
bernyanyi
aku tak'kan lupa itu" katanya sambil berkaca-kaca
"aku sangat merindukanmu,
sering-seringlah kemari.
Tengok rumah
tengok sawah
tengok kami
karena kami akan selalu setia disini....
kau sudah besar sekarang
sudah mengerti kan?
aku harap kau kembali lagi nanti!"
tentu,tentu aku ingin sekali.......
perempuan itu beranjak pergi
sambil mengusap linangan matanya
aku termangu
sambil kembali menikmati sensasi
perdebatan pesta musim padi
dan jika aku masih diberi kesempatan,tentu aku akan kembali lagi
ketempat dimana aku berasal.......
mungkin nanti!
pic by: sayur/ayou mamboo
gde suandana sayur, i wayan sudarna putra, pande putu setiawan
Musim panen padi adalah saat- saat terindah bagi sebagian masyarakat Ubud yang masih berprofesi menjadi petani, tak meninggalkan warisan tradisi walau terkadang hidup malah meninggalkan mereka.
Saat ini semakin sulit menemukan sawah luas menghampar di tengah perkembangan pariwisata yang begitu pesat di manapun tanpa terkecuali merenggut Ubud. Sebagian lahan persawahan telah dijual untuk keperluan pariwisata tersebut oleh pemilik-pemilik sawah yang sudah turun temurun mewarisinya dari leluhur mereka.
Dan ketika dua orang seniman Ubud, Sayur & Nano lalu menumpahkan rindu mereka lewat sebuah karya instalasi di tengah sawah berupa sebuah tulisan 'NOT FOR SALE' dari bambu bercat putih yang menancap dan menghiasi pesawahan Junjungan yang dikepung villa-villa maka itu seperti sebuah gelagat merindu. (Aku jadi teringat dengan deretan huruf HOLLYWOOD di bebukitan Amerika sana.) Merindu tempat mengejar capung yang dulu, merindu masa lalu, merindu ibu, merindu Dewi Sri, ia yang saban waktu tersenyum kepada orang-orang Ubud melalui putik-putik padi di pagi hari. Dan betul, katanya orang yang merindu, ia sedang mengalami pencerahan paling berharga dalam hidupnya! Mereka barangkali sedang merasakan sensasi itu. tercerahkan!
Maka perlu sama-sama kita simak kembali, pariwisata Bali tanpa sawah seperti sebuah lukisan tanpa jiwa! maka jika kita ingin mengenang kem-Bali, maka duduklah sejenak di gubuk-gubuk kecil di tengah sawah, dimana para petani -ditemani pipit bersuka cita memanen hasil keringat mereka. Adakah kita merindu?
Pande
april14/2011
Sebuah Puisi Wayan Juniari
'Perdebatan Pesta Musim Padi'
ini musim buah padi lagi ada
seperti juga burung pipit
akupun turut merasa
pematang jadi ramai
oleh orang-orangan sawah,
juga oleh berjuntai-juntai tali
yang digantungkan berderet kaleng berisi kerikil
dan dipautkan pada seutas tali
yang jika ditarik sekali saja akan menggoncangkan semua kaleng-kaleng itu...
entah kenapa aku suka suara kaleng-kaleng itu....
sensasi saat kaleng-kaleng itu ditarik beberapa kali
kawanan burung pipit yang sibuk meraih peruntungannya pada biji padi
menghambur bersamaan seiring teror suara kaleng-kaleng itu
juga teriakan para petani sambil menepuk'kan tangannya
aku merindukan sensasi itu...
sebuah perdebatan pesta musim padi yang indah
untukku yang selalu kesepian
saat tak ada ayah dirumah
suara-suara itu
riuh tepuk tangan itu
juga burung-burung pipit itu....
aku merindukannya
jika aku merindu
diam-diam aku suka datang
melihat rumah
melihat sawah
melihat kenangan
suatu ketika
saat aku duduk di sebuah pematang
seseorang menghampiriku
aku tahu siapa perempuan ini
tak'kan pernah kulupakan guratan senyumnya
dialah penggarap sawah kami
dari dulu sekali ia dan suaminya selalu setia menggarap sawah kami
sejak sudah lama aku meninggalkan kotaku ini
dan tak ada ayah lagi
aku pikir mereka juga hengkang
ternyata tidak
mereka masih setia
setia dengan sawah kami
setia dengan ayah....
ia duduk disampingku
katanya :
"aku masih disini,hingga kini,
kau sudah besar sekarang,sejak kau tinggalkan jalan ini,aku dan suamiku masih tetap menggarap sawah ini. Aku selalu terkenang akan kebaikan-kebaikan ayahmu,mungkin kau tak tahu.... dulu baju-baju yang tak pernah kau pakai selalu diam-diam diambil ayahmu untuk diberikannya pada anak ibu yang seumuran denganmu!
saat kau masih merahpun aku sudah ada disini
jadi aku tahu kisahmu
dan bagaimana kau tumbuh di jalan ini
berlari
bernyanyi
aku tak'kan lupa itu" katanya sambil berkaca-kaca
"aku sangat merindukanmu,
sering-seringlah kemari.
Tengok rumah
tengok sawah
tengok kami
karena kami akan selalu setia disini....
kau sudah besar sekarang
sudah mengerti kan?
aku harap kau kembali lagi nanti!"
tentu,tentu aku ingin sekali.......
perempuan itu beranjak pergi
sambil mengusap linangan matanya
aku termangu
sambil kembali menikmati sensasi
perdebatan pesta musim padi
dan jika aku masih diberi kesempatan,tentu aku akan kembali lagi
ketempat dimana aku berasal.......
mungkin nanti!
pic by: sayur/ayou mamboo
ubud 2000
dan setelahnya
tahun-tahun berikutnya
menjadi sama....
... sama gelisahnya
namun masih ada yang tertinggal
di sana
di ubud...
rumah dengan beranda menghadap ke utara
tempatku biasa menghabiskan sore
sejak kutinggalkan rumah
malam itu.....
sambil menangis
memanggul bingkai dengan foto ibu
beserta selembar wasiat ayah,
tak pernah lagi aku pulang
karena rumah
dan semua kenangan
sama-sama telah usang
dan hingga kini....
semua tentang malam itu
tak pernah benar-benar mampu kuceritakan pada siapapun
.....bahkan kepadamu!
aku ingin pulang........
Juniari
2010
COME TO BALI, EVERYTHING WILL BECOME MON(k)EY...
come to bali sir and madam, everything will become MONEY...
bodohi orang kampung, sewa tanahnya, lalu lama-lama beli jadi hak milik, dirikan villa di tengahnya, lalu besarkan, lalu lipatkan, kau akan jadi milyuner. raja. tuan. boss. lalu mabuklah jika kau senang setelahnya. (aku tak ikut)
kapling pantai, jurang, jalur hijau, hutan bakau, dirikan ruko, buat lapangan golf (kau beri orang kampung pekerjaan walau rendahan), kau akan dihormati, tentu juga tabungan uangmu meninggi. gengsimu juga kaan... dalam pergaulan masa kini, gengsi is numere uno.
jual kelapa muda, siomay, bakso, martabak, serabi, jagung bakar, dagang acung, di pinggir jalan, bahkan JUAL DIRI, semua akan menjadi uang.... di sini.
kerja di hotel, restoran, villa, bungalow, LSM (manusia, binatang, hutan), PEGAWAI NEGERI (asal berani siapin uang sana-sini), toko, kasir, SPG apalagi??? come.. come... come... penuhi pulau kecil ini. masih nampung buanyaak orang...
bikin toko sepeda, motor, usaha bengkel, warung, jualan nasi. ini pulau gula. pulau surga.
jadi tukang bangunan, tukang kebun, tukang ojek, tukang parkir, tukang batu, tukang apapun kamu mau. tak perlu sekolah tinggi. segera kau bisa beli rumah sendiri. (walau kecil). karena orang-orang di pualu ini lagi hobi jual tanah. OBRAL.
atau... mmmmm... jadi tukang palak, tukang copet, perampok, pencuri. hem..... (tak tahulah, barangkali)
fiuh,,....
siang terik
ambil rehat.
di kejauhan aku lihat seorang petani tua duduk di bawah pohon kelapa.
menyeruput kopi kental tanpa gula.
ia bergumam:
"tlah lama aku lihat,
dengan mata telanjang,
jika begini, segera usang."
EVERYTHING HAS BECAME MONKEY!
WE, US!
salam,
P
ring genah nulis
text: pande putu setiawan
pic: warungkopi
bodohi orang kampung, sewa tanahnya, lalu lama-lama beli jadi hak milik, dirikan villa di tengahnya, lalu besarkan, lalu lipatkan, kau akan jadi milyuner. raja. tuan. boss. lalu mabuklah jika kau senang setelahnya. (aku tak ikut)
kapling pantai, jurang, jalur hijau, hutan bakau, dirikan ruko, buat lapangan golf (kau beri orang kampung pekerjaan walau rendahan), kau akan dihormati, tentu juga tabungan uangmu meninggi. gengsimu juga kaan... dalam pergaulan masa kini, gengsi is numere uno.
jual kelapa muda, siomay, bakso, martabak, serabi, jagung bakar, dagang acung, di pinggir jalan, bahkan JUAL DIRI, semua akan menjadi uang.... di sini.
kerja di hotel, restoran, villa, bungalow, LSM (manusia, binatang, hutan), PEGAWAI NEGERI (asal berani siapin uang sana-sini), toko, kasir, SPG apalagi??? come.. come... come... penuhi pulau kecil ini. masih nampung buanyaak orang...
bikin toko sepeda, motor, usaha bengkel, warung, jualan nasi. ini pulau gula. pulau surga.
jadi tukang bangunan, tukang kebun, tukang ojek, tukang parkir, tukang batu, tukang apapun kamu mau. tak perlu sekolah tinggi. segera kau bisa beli rumah sendiri. (walau kecil). karena orang-orang di pualu ini lagi hobi jual tanah. OBRAL.
atau... mmmmm... jadi tukang palak, tukang copet, perampok, pencuri. hem..... (tak tahulah, barangkali)
fiuh,,....
siang terik
ambil rehat.
di kejauhan aku lihat seorang petani tua duduk di bawah pohon kelapa.
menyeruput kopi kental tanpa gula.
ia bergumam:
"tlah lama aku lihat,
dengan mata telanjang,
jika begini, segera usang."
EVERYTHING HAS BECAME MONKEY!
WE, US!
welcome to the small island. |
salam,
P
ring genah nulis
text: pande putu setiawan
pic: warungkopi
nasi sela (ketela) rp. 2000 di ubud. waktunya makan malam.
nasi sela rp. 2000 |
pak budiasa, menghaturkan sesaji sebelum jualan
|
Pak budi benar-benar tlah menjadi dewa penolong sekaligus juga oase di malamnya ubud bagi yang mencintai kesahajaan, makanan ala desa, tentu tak menguras isi kantong. nggak semua turis kan???
Pak budi memulai usahanya ini sejak kurang lebih 5 tahun lalu. malam ini aku berkesempatan bertemu dengan lelaki yang dalam kesehariannya tak pernah lepas dari balutan pakaian khas bali dengan udeng dan kambennya. tentu untuk 3 bungkus nasi sela + segelas kopi susu hangat. bersamaku banyak pelanggannya sedang asik menikmati santap malam sambil duduk di teras gallery di bangku yang ia sediakan.
ia memang ubud tulen. ia memberi sesaji apa aja di seputarnya. rumput, pohon besar, box penyimpanan teh botol sosro, aqua, bahkan ia berjalan hingga jauh untuk menghaturkan sesaji menerobos rumput liar menuju sungai. dan setelah kembali dari ritualnya saban jualan itu, kini ia hanya menyisakan senyum di tangan untuk diberikan.
setelah menonton legong di puri ubud, menonton ibu-ibu latihan gamelan di lotus stage, keliling di jalan monkey forest motret, dan sepertinya aku rela menghabiskan malam ini menikmati nasi sela di lapak pak budi.
long life PAK BUDI! terimakasih telah menjaga 'taksu' ubud!
21/10/10
teks: pande putu setiawan
pic: pande putu setiawan
ironi ubud (sebuah kota terbaik di asia). ubud siapa yang punya???
puri ubud |
“US-based travel magazine Conde Nast Traveler has named the small art village of Ubud in Gianyar as its Best City in Asia.”
Sepenggal kalimat yang dikutip dari The Jakarta Post, 1 Juni 2010. Sengaja kutebalkan dan kugarisbawahi. Bangga dan sedikit malu, itu yang terasa saat membaca dan mendengar kalimat itu. Sepertinya orang-orang yang memberikan suaranya itu mungkin belum pernah ke Ubud atau berkunjung ke Ubud 15 tahun lalu. Mereka tak tahu kenyataannya. Ubud yang dulu Ubad (Obat) kini sudah penyakitan. Ada beberapa penyakit yang sudah diderita-NYA, salah satunya adalah penyakit Kemacetan. Berdasarkan penglihatan ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya:
Banyak restoran, banyak wisatawan, banyak lapangan kerja. Pastinya hal ini sangat menguntungkan. MASALAH BESARNYA adalah kembali lagi ga ada tanda-tanda huruf P di setiap depan restoran itu. Kendaraan karyawan, kendaraan customer, n dll diparkirlah dengan seenaknya di badan jalan/di seberang jalan. AKIBATNYA penumpukan kendaraan yang menghambat lalu lintas aliat MACET.
jl. monkey forest |
Para sopir transport dan sopir bemo yang kadang dengan seenaknya memarkir kendaraan mereka berjam-jam sampai seharian untuk menunggu penumpang dan bahkan para sopir angkot menurunkan penumpang seenak udelnya.
lapangan astina ubud |
Kurangnya kesadaran pemakai jalan menaati peraturan. Termasuk juga salah satu yang menyebabkan kemacetan di Ubud. Yah jujur juga karena saya sendiri juga terkadang suka melanggar peraturan. Yah mulai saat ini mari bersama-sama kita taati peraturan lalu lintas yang ada.
Kata orang setiap obat pasti ada penawarnya. Salah satu yang mungkin bisa menjadi penawar penyakit ini adalah dengan membuat central parking, tapi dimana???
Ada beberapa selentingan yang mengatakan jika, lapangan astina ubud akan disulap menjadi central parking, apakah anda setuju????
Saya sendiri tidak setuju, tidak ada community place lagi untuk warga ubud. Jangan sampai muncul pertanyaan. Ubud milik siapa???
Nah, sekarang saya harus mengadu kemana????????
Siapa yang mau/mampu mengobati penyakit ini????
#Sekadar tulisan, boleh disimpan, boleh dibuang#
by : ww
@ genah mekuli
Kuta, 19 Okt 2010
petikan hari ini... (angkat mereka yang lemah)
pramoedya ananta toer |
(Jejak Langkah, h. 147)"
— Pramoedya Ananta Toer
sesuatu dalam ubud,....
Ubud yang menarik, Ubud yang unik, Ubud yang eksotik, banyak pujian ditujukan untuk desa kecil ini, ada apa dengan ubud?
Sesuatu dalam Ubud.... sesuatu yang menjadikan para pelancong datang selalu ke Ubud, sesuatu yang menjadikan Ubud tampak mempesona, sesuatu yang menjadikan Ubud tersohor hingga ke seluruh dunia,...
Pasti ada sesuatu di dalam Ubud, sesuatu yang membuat segala itu terjadi, sesuatu yang sulit dipahami, diraba, dan dirasakan, tapi ada dan punya wibawa yang maha besar.
Sebuah kisah ilustrasi asal muasal desa Ubud perlu mengawali pencarian sesuatu itu.
Ubud memang lekat kaitannya dengan kisah kedatangan Rsi Markandia ke Bali, yang menjadi tonggak legenda itu dikabarkan bermula.
Rsi Markandia datang ke Bali dan menemukan dua sungai bercabang yang jernih dan dari sanalah Rsi Markandia lalu memberi nama sungai ini "Uos" (lanang dan wadon atau laki-laki dan perempuan). Dalam saat yang sama, sang Rsi melepas penatnya dengan mandi menikmati kesegaran sungai Uos, rupanya seusai mandi rasa lelah seketika sirna, kesegaran air sungai itu seolah menjadi obat yang sangat mujarab mengusir keletihannya.
Kata Uos diambil dari kata Usada yang dalam bahasa Bali disebut Ubat. Dari sinilah kemudian kawasan di mana sungai Uos ini berada disebut sebagai daerah Ubad yang juga berarti Obat dan di kemudian zaman kata Ubat berubah sebut menjadi Ubud.
Waktu berlalu dan ubud menjadi sebuah desa yang subur dan makmur dengan kesejukan alam yang menentramkan. Di Ubud kemudian dipimpin oleh seorang raja yang menjadi leluhur Puri Ubud kini.
Sejak mula ditemukannya Ubud,hingga Ubud berkembang menjadi sebuah kerajaan, dan bahkan di masa pergerakan kemerdekaan dan masa pembangunan seslalu daerah ini dipenuhi keistimewaan, bahkan masyarakatnya (masyarakat desa Ubud) dari zaman ke zaman selalu menjadi manusia utama. Sebutlah saja; Tjokorda Raka Sukawati yang menjadi Presiden Negara Indonesia Timur,Tjokorda Gde Agung Sukawati yang merupakan tokoh perintis pariwisata di Ubud dan Tjokorda Raka Sukawati penemu Landas Putar Sosrobahu serta banyaknya tokoh-tokoh seniman tari dan tabuh tradisional Bali yang terbaik muncul dari relung desa Ubud.
Bukan saja itu, Ubud sebagai sebuah desa selalu saja menggugah minat pelancong untuk datang dan menemukan kedamaian disana.
Itulah sebabnya muncul anggapan dan keyakinan bahwa ada sesuatu di dalam Ubud, sesuatu yang disebut "TAKSU" Pancaran taksu (kewibawaan/daya tarik) ini adalah sesuatu yang dikodratkan secara niskala. Sesuatu yang memang telah menggariskan Ubud dengan banyak keindahan, kekayaan alam, kedamaian dan juga talenta masyarakatnya pada seni dan budaya.
Sebuah moment penting menyangkut perubahan yang mencolok dari desa Ubud terjadi di tahun 1920-an, Tjokorda raka Sukawati yang memiliki pergaulan luas dan cukup dekat dengan pemerintah Belanda waktu itu, member manfaat besar memperkenalkan Ubud ke dinia luar, termasuk pada Walter Spies (seniman asal Jerman) yang belakangan di tahun 1927 berkunjung ke Ubud dan memberi tempat/sebidang tanah oleh Puri Ubud di daerah barat dekat Tjampuhan dan di sebelah timurnya Pui Ubud juga memberi tempat untuk pelukis Antonio Blanco.
Selain dua pelukis itu juga ada Rudolf Bonnet pelukis dari Belanda yang juga dekat dengan Puri dan masyarakat seni di desa Ubud. Interaksi seniman barat dan puri bersama seniman-seniman Ubud menghasilkan berdirinya organisasi seni pertama di Bali yang diberi nama "Pita Maha". Mulai sejak saat itu, Ubud terus melaju maju, seni dan budayanya berkembang dan Ubud semakin dikenal dunia internasional.
Kondisi ini praktis menjadikan Ubud sebagai kawasan turisme yang unik dan desa Ubud adlah harga mati yang harus dikunjungi bagi para wisatawan yang datang ke bali, mereka lalu merasa tidak lengkap bila datang ke Bali tanpa sempat melihat Ubud.
Ubud sebagai desa agraris denagn kesadaran spiritual masyarakatnya yang tinggi dan potensi alamnya yang indah menjadikan tradisi dan budaya d Ubud dapat berjalan seimbang, hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alamnya dan manusia dengan Tuhan / "Tri Hita Karana",terlihat dinamis dan langgenga dari masa ke masa.
Masyarakat Ubud cenderung kreatif dan terus ingin membangun desanya, mereka peduli pada kemajuan dan perkembangan Ubud dan selalu berusaha mengikatkan diri terlibat pada segala hal/kejadian yang mmenyangkut desanya (Ubud).
Kendati orang Ubud berkarya di luar Ubud / di daerah lain baik masih di Indonesia atau bahkan sampai ke luar negeri, namun biasanya, mereka (orang-orang Ubud ini) tetap akan kembali untuk membangun daerahnya, inilah bukti keluarbiasaan Taksu yang dimiliki Ubud yang juga melekat mendarah daging pada seluruh generasi putra Ubud.
Kearifan masyarakat Ubud merupakan ciri masyarakat desa yang sederhana dan bersahaja, mereka tidak banyak menuntut dari apa yang desanya berikan kepada mereka, namun mereka selalu berbuat sesuatu sebagai laku sebuah dharma dan yadnya dalam hidupnya ; melukis, menari, tabuh, dan bertani adalah sebuah persembahan, laku suci dan sikap sujud pada Hyang Widhi, Tuhan Sang Pencipta.
Demikian orang Ubud menjalani hidup mereka, jadi karena itulah, masyarakat Ubud selalu kreatif dan juga selalu memperoleh petunjuk untuk menuju kebaikan, di mana mereka kemudian mampu dengan sendirinya menemukan potensi / lokal genius yang terkandung dalam alam desanya.
Begitulah Ubud, unik, menarik, dan hidup.
Peluang kekayaan, kemakmuran, kebahgiaan, keajaiban dan harapan bisa diberikan Ubud untuk masyarakatnya, bahkan hanya membawa nama Ubud saja, sebuah karya seni mampu terangkat popularitasnya.
Kendati secara lahiriah memang peranan Puri Ubud, Walter Spies, Rudolf Bonnet, Miguel Covarrubias dan juga para penulis asing, travel writer,wartawan dan wisatwan merupakan sebuah sebab mengapa Ubud kemudian tersohaor seantero jagat dunia, namun satu alasan adanya kekuatan Taksu inipun diyakini menjadi faktor utama yang membuat Ubud berbeda dari daerah-daerah lainnya di nusantara yang mampu memancarkan daya pikat 'nyata' dari kemolekan sebuah desa.
Oleh : Prof. Dr. I Wayan Rai S., MA
(dalam buku " KEMBANG RAMPAI DESA UBUD")
by: Infinity crew...
optimisme adalah sebuah karya seni.....
TKP |
Biar antiQ yang penting nyentrik |
karya-karya PANDI |
seni itu optimis |
The power of NEKAT |
Lukisan by Pandi
......marilah melangkah sedikit lebih jauh menuju kepercayaan terhadap diri kita.
Percayalah bahwa kita bisa menjadi "seseorang" yang kita harapkan.......
Infinity crew
Langganan:
Postingan (Atom)
Menelisik Ubud
- Suara Muda Ubud
- coretan-coretan, potret, kisah tentang UBUD dari kaca mata para muda yang mencintai kesahajaan ubud dari hati terdalam. :)
Kategori
- essay (6)
- petikan hari ini (1)
- photo (10)
- sastra (2)
- tips sukses (2)
- wawancara (2)